Pengertian Hadist Menurut Ahli, Fungsi, Pembagian Tingkatan Hadits Berdasarkan Keasliannya

Hadits merupakan penentuan hukum ke dua dalam islam setelah Al-Qur’an, setiap kita hendak melakukan sesuatu yang sifatnya ragu-ragu hendaknya kita melihat kedalam Al-Qur’an maupun hadits apakah sesuatu yang akan kita lakukan itu diperbolehkan dalam Al-Qur’an maupun hadits.

Dan hadits inilah penguat dari pada tafsiran-tafsiran yang ada yang mungkin belum kita temukan di dalam Al-Qur’an. Berikut ini kita akan mengulas mengenai hadits.

Pengertian Hadits Menurut Ahli

1). Abu Al-Baqa

Dalam kitab Ulumul Hadits, Abdul Majid Khon mengutip pendapat Abu Al-Baqa bahwa arti hadits adalah kata benda (isim) dari kata at-tahdits yang berarti al-ikhbar (berita). Kemudian menjadi istilah untuk nama suatu perkataan, perbuatan dan kesepakatan yang didasarkan pada Nabi Muhammad SAW.

2). Kemenag

Dalam bukunya yang berjudul Pengantar Kajian hadits, Syekh Manna ‘Khalil Qatthan mendefinisikan hadits sebagai bahasa baru. hadits juga secara harfiah berarti “sesuatu yang dibicarakan dan dikutip”. Selain itu, hadits juga berarti “sesuatu yang sedikit dan banyak”.

Fungsi Hadits

Hadits memiliki beberapa fungsi dalam kegunaannya sebagai perpanjangan dari hal-hal yang tidak ada di dalam Al-Qur’an, adapun beberapa fungsi hadits, yaitu:

1). Bayan at-Taqrir

Bayan at-Taqrir juga dikenal sebagai bayan at-Ta’kid dan bayan at-Isbat. Dalam hal ini hadits berfungsi untuk menegakkan dan memperkuat apa yang telah dijelaskan dalam Al-Qur’an.

2). Bayan at-Tafsir

Fungsi hadits sebagai bayan at-tafsir adalah memberikan perincian dan penafsiran terhadap ayat-ayat al-Qur’an yang masih mujmal (samar-samar atau tidak dapat diketahui), memberikan persyaratan ayat-ayat yang masih bersifat mutlak, dan memberikan penetapan khusus terhadap ayat-ayat yang masih bersifat mujmal. umum.

3). Bayan at-Tasyri

Bayan at-Tasyri adalah mewujudkan hukum atau ajaran yang tidak ditemukan dalam Al-Qur’an. Fungsi ini disebut juga bayan za’id ala al Kitab al-karim.

4). Bayan an-Nasakh

Secara linguistik, an-naskh memiliki berbagai arti, antara lain al ibtal (membatalkan), al ijalah (menghapus), at tahwil (pindah) atau at taqyir (mengubah). Adapun yang disebut bayan an nasakh, ada dalil syara’ (yang dapat menghapus ketentuan yang ada) karena dalil berikutnya datang.

Menurut mayoritas ulama, posisi hadits menempati posisi kedua setelah Alquran. Dalam hal wurud atau tsubut, Al-Qur’an adalah qath’i (pasti) sedangkan hadits adalah zhanni al wurud (kerabat) kecuali yang berstatus mutawatir (berturut-turut).

Pembagian Tingkatan Hadits

Hadits memiliki beberapa tingkatan dalam keasliannya, dari yang dapat di percaya hingga yang tidak kuat untuk dipercaya, hal itu terjadi karena beberapa kriteria yang harus ada untuk membuat sebuah hadits tersebut dapat benar-benar di percaya, berikut ini merupakan beberapa pembagian hadits, yaitu :

1). Hadits Sahih

Hadits Sahih adalah Hadits dengan tingkat penerimaan tertinggi. Sebuah hadits diklasifikasikan sebagai otentik jika memenuhi kriteria berikut:

  1. Sanadnya berkesinambungan, artinya diriwayatkan oleh perawi/perawi yang adil, memiliki sifat istiqomah, berakhlak mulia, tidak jahil, terjaga muruah (kehormatan), dan memiliki daya ingat yang kuat.
  2. Pada saat menerima hadits, masing-masing perawi sudah cukup umur (baligh) dan beragama Islam.
  3. Matanya tidak bertentangan dan tidak ada alasan tersembunyi atau tidak nyata yang melumpuhkan hadits.

Hadits Sahih terbagi menjadi dua, yaitu: Sahih Lizatihi, yaitu Hadits yang sah dengan sendirinya tanpa diperkuat oleh keterangan lain dan Sahih Lighairihi, yaitu Hadits yang sahih karena dikuatkan oleh keterangan lain.

2). Hadits Hasan

Hadits Hasan adalah Hadits yang rantainya bersambung, tetapi ada sedikit kelemahan pada perawinya. Misalnya, diriwayatkan oleh seorang perawi yang adil tetapi ingatannya tidak sempurna. Tapi matanya tidak syadz atau cacat.

Menurut Imam Tirmidzi, hadits hasan adalah hadits yang tidak mengandung keterangan palsu, tidak bertentangan dengan hadits lain dan Al-Qur’an dan keterangannya kabur, serta memiliki lebih dari satu sanad.

Perbedaan hadits shahih dan hasan terletak pada otentisitasnya. Jika hadits shahih memiliki tingkat dhabith yang tinggi, maka hadits hasan memiliki tingkat dhabithan yang rendah.

3). Hadits Dhaif

Hadits Dhaif adalah Hadits yang rantainya tidak berkesinambungan (bisa berupa hadits mauquf, maqthu’, mursal, mu’allaq, mudallas, munqathi’ atau mu’dlal), atau diriwayatkan oleh orang yang tidak adil atau tidak kuat daya ingatnya, atau mengandung penyimpangan atau cacat.

Hadits ini termasuk kategori hadits yang tertolak dan tidak dapat dinyatakan kebenarannya dari perkataan atau perbuatan Nabi.

Hadits Dhaif termasuk dalam kategori hadits lemah karena terputusnya mata rantai transmisi (sanad) dan lemahnya satu atau beberapa orang yang menyampaikan riwayat (perawi) hadits tersebut. Ada berbagai derajat lemahnya hadits, mulai dari yang ringan sampai yang berat.

Manfaat Belajar Ilmu Hadits

Setelah kita mengetahui pembagian dan tingkatan dari sebuah hadits, alangkah baiknya jika kita juga mengetahui manfaat mempelajari ilmu hadits. Berikut beberapa manfaat mempelajari ilmu hadits:

  • Mengetahui kualitas sebuah hadits
  • Mengenal bagian-bagian dan macam-macam hadits
  • Memahami situasi narator
  • Menjaga kemurnian kalimat hadits
  • Jangan menafsirkan hadits dengan pemikiran yang salah
  • Mempraktikkan isi kandungan hadits dengan tepat
  • Menentukan titik temu dua hadits yang bertolak belakang

Demikian ulasan kami mengenai pengertian hadist menurut ahli, fungsi, pembagian tingkatan hadits berdasarkan keasliannya serta manfaat belajar ilmu hadits.

Semoga ulasan kami membantu, khususnya dalam memberikan pemahaman yang berkaitan dengan hadits. Terimakasih ya sudah berkunjung.

Komentar Anda
Berita terkait
Loading next page... Press any key or tap to cancel.